Strategi Dan Pertahanan Maritim Nusantara

From Yogi Central
Revision as of 23:59, 4 July 2020 by Chefwhale60 (talk | contribs)
Jump to: navigation, search

Perkembangan Laut Cina Selatan (LCS) akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Khususnya di kawasan Laut Tiongkok Selatan. Di bagian tanya jawab dengan Jokowi, ia mengecam tuduhan bahwa ia mendukung kekhalifahan Islam atau negara Islam dan bertanya apakah Jokowi setuju dengan tuduhan itu. Oleh karena itu, dengan diplomasi maritim bagaimana kehidupan rakyat Indonesia dapat terlindungi (rasa aman), sejahtera, dan meningkat SDM-nya. Diplomasi pertahanan saat ini menjadi bagian yang penting dalam hubungan strategis di kawasan.
Pada gilirannya nanti Kepulau­an Spralty merupakan wilayah yang banyak mempengaruhi pola perimbangan kekuatan militer di Asia Tenggara dan Pasifik. Untuk itu, Indonesia terus berupaya menjaga keutuhan wilayah Indonesia dan menjaga stabilitas kawasan. Dalam sengketa Kepulauan Spratly telah melibatkan negara-neggara Pillpina, Vietnam, Cina dan Malaysia. Beberapa anggota juga membuat pernyataan tentang situasi di Laut Cina Selatan.
Dari enam negara yang terlibat sengketa atas Kepulauan Spratly, tiga negara mengklaim seluruh wilayah, yaitu: Cina, Vietnam dan Taiwan. Presiden Joko Widodo sekali lagi menegaskan visi maritimnya pada pidato perdananya sesaat setelah ia disumpah sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Melihat dinamika geopolitik ini, China merasa perlu mengkooptasi negara-negara ASEAN supaya lebih dekat ke China dan menjauh dari pengaruh AS. China juga paham betul bahwa ASEAN bukanlah lawan tandingnya yang sepadan sehingga kebijakan merangkul ASEAN di sini lebih sebagai strategi meminimalisasi kecondongan ASEAN pada AS, bukan menundukkan ASEAN.
Pemerintah juga perlu melakukan peninjauan ulang terhadap regulasi tingginya PPN yang harus dibayar oleh pelaku usaha maritime untuk membeli kapal, bongkar muat, penjualan kapal sebelum 5 tahun, bea masuk komponen, dan penjualan kapal. Prinsip negara maritim harus segera dikembalikan, baik dalam bentuk regulasi, kebijakan maupun peraturan. Deklarasi Djuanda menegaskan Indonesia sebagai negara maritim dalam sebuah kesatuan wilayah daratan dan laut sebagai wawasan Nusantara.

Tidak satupun Negara, bahkan kelompok Negara-negara dari satu kawasan dapat mengawasi, seperti mengawasi terorisme internasional, dan kolaborasi antara pemerintah dan elit politik belum cukup. Untuk pertama kalinya, komunike tidak terwujud lantaran tidak ada satu suara soal sikap ASEAN terhadap Cina yang dinilai agresif di Laut Cina Selatan. Hasil kerja Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang masih dikebut hingga kini adalah penyusunan toponimi geografis Indonesia yang akan dituangkan dalam sebuah Pera­tur­an Pemerintah tentang Toponimi.

Dalam pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri Asia dan Timur Tengah, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan, Beijing "bersikeras memecahkan masalah Laut Tiongkok Selatan secara damai lewat konsultasi dan negosiasi dengan pihak yang bersangkutan". Di bagian selatan terdapat Taiwan, wilayah yang selalu mejadi perdebatan sengit antara china dan amerika serikat.

Hingga saat ini baik Indonesia maupun Vietnam belum memiliki perjanjian batas ZEE tersebut, sehingga saling klaim hak pun menjadi hal yang tak terhindarkan. Jokowi juga disebut sebagai presiden pertama di Indonesia yang terpilih secara demokratis yang secara terbuka mengumumkan doktrin keamanan laut dan menempatkan doktrin ini sebagai wacana politik-strategis yang luas.
Perlu ditekankan bahwa, peningkatan alutsista ini tidak dimaksudkan untuk mendominasi atau mengancam, melainkan semata-mata untuk melindungi kekayaan maritime dan kedaulatan Indonesia. Tidak perlu mendeklarasikan, yang paling penting bagaimana langkah-langkah kebijakan Maritime Policy diselesaikan. Mereka harus mendorong dan memfasilitasi terbentuknya strategi pembangunan yang strategis agar Indonesia dapat menjadi negara maritim yang mandiri dan berdaulat.


Di antara kedua kepulauan itu, permasalahannya lebih terpusat pada Spartly, yang merupakan gugus kepulauan yang mencakup bagian laut China Selatan, yang diklaim oleh enam negara yaitu China, Taiwan, Vietnam, Brunei, Filipina, dan Malaysia, sementara Kepulauan Paracel dan juga Pratas, praktis secara efektif masing-masing sudah berada di bawah kendali China dan Taiwan.
Tetapi hampir semua sarjana yang melakukan studi dalam sengketa Laut Cina cukup mempengaruhi analisa mereka dalam ciri ke­khususan ini (adanya penetapan Militery Zone” Korea Utara di Laut Jepang dan Cina di Laut Kuning). Terdapat empat kelompok gugusan kepulauan di Laut China Selatan, dan karang-karang yaitu: Paracel, Spartly, Pratas, dan kepulauan Maccalesfield.